Sabtu, 21 Maret 2009
Ungkapan Sederhana Untuk Istri Tercinta
Bila malam sudah beranjak mendapati Subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah istri
Anda yang sedang terbaring letih menemani bayi Anda. Tataplah wajahnya yang
masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak
menemukan kesempatan untuk istirah barang sekejap, Kalau saja tak ada air
wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa
kecantikannya sudah tak ada lagi.
Sesudahnya, bayangkanlah tentang esok hari. Di saat Anda sudah bisa
merasakan betapa segar udara pagi, Tubuh letih istri Anda barangkali belum
benar benar menemukan kesegarannya. Sementara anak-anak sebentar lagi akan
meminta perhatian bundanya, membisingkan telinganya dengan tangis serta
membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian,
sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan istri Anda pula yang harus
mencucinya.
Di saat seperti itu, apakah yang Anda pikirkan tenang dia? Masihkah Anda
memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada
anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara di saat yang sama
Anda menuntut dia untuk nenjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam
bicara, lulus dalam memilih kata serta tulus dalam menjalani tugasnya
sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan
kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.
Sekali lagi, masihkah Anda sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan
yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja saya tidak
tengah mengajak Anda membiarkan istri kita membentak anak-anak dengan mata
rnembelalak. Tidak. Saya hanya ingin mengajak Anda melihat bahwa tatkala
tubuhnya amat letih, sementara kita tak pernah menyapa jiwanya, maka amat
wajar kalau ia tidak sabar.
begitu pula
manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk
tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah
jarinya yang lentik bisa tiba-tiba membuat anak kita rnenjerit karena
cubitannva yanq bikin sakit.
Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja
secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi istri shalihah
tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski
tak pernah meminta kepada Anda.
Sementara
gejolak-gejolak jiwa yang memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar.
Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan
untuk mendengar, atau ia tak pernah Anda akui keberadaannya, maka jangan
pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali dirimu sendiri jika ia tiba-tiba
meledak. Jangankan istri kita yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri
Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang
membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi Saw. tak mau mendengar melainkan
semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi Saw. hanya diam
menghadapi 'Aisyah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti
mangkok yang dipecahkan.
Alhasil, ada yang harus kita benahi dalam jiwa kita.
Ketika kita
menginginkan ibu anak-anak kita selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan
hanya nasehat yang perlu kita berikan. Ada yang lain.
Ada kehangatan
yang perlu kita berikan agar hatinya tidak dingin, apalagi beku, dalam
menghadapi anak-anak setiap hari, Ada penerimaan yang perlu kita tunjukkan
agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh
kedamaian, cinta dan kasih-sayang.
Ada ketulusan yang
harus kita usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap
memiliki energi untuk tersenyum kepada anak-anak kita.
Sepenat apa pun
ia.
Ada lagi yang lain: pengakuan. Meski ia tidak pernah menuntut, tetapi
mestikah kita menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.
Karenanya, marilah
kita kembali ke bagian awal tulisan ini. Ketika perjalanan waktu telah
melewati tengah malam, pandanglah istri Anda yang terbaring letih itu.
lalu pikirkankah sejenak, tak adakah yang bisa kita lakukan sekedar Untuk
menqucap terima kasih atau menyatakan sayang?
Bisa dengan kata
yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak
cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika
di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua
sendok teh gula dan satu cangkir cinta.
Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka, "Ada secangkir minuman
hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan untuk itu?"
Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa Anda lakukan. Mungkin sekedar
membantunya menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan
tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau kita terlibat dengan
pekerjaan di dapur, rnemandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum
mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata
karena mencari ridha Allah. Sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada
artinya apa yang kila lakukan.
Kita tidak akan
mendapati amal-amal kita saat berjumpa dengan Allah di yaumil-kiyamah.
Alaakullihal, apa yang ingin Anda lakukan, terserah Anda. Yang jelas, ada
pengakuan untuknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang
menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan kita untuk
menyatakan terima-kasih, tak ada airmata duka yang menetes dari kedua
kelopaknya. Semoga dengan kesediaan kita untuk membuka telinga baginya, tak
ada lagi istri yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karena
merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang kita berikan
kepadanya, kelak istri kita akan berkata tentang kita sebagaimana Bunda
'Aisyah radhiyallahu anha berucap tentang suaminya, Rasulullah Saw., "Ah,
semua perilakunya menakjubkan bagiku."
Sesudah engkau puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah engkau
perhatikan gurat-gurat penat di wajahnya, maka biarkanlah ia sejenak untuk
meneruskan istirahnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik
tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya.
Hamparkanlah ke tubuh istrimu dengan kasih-sayang dan cinta yang tak lekang
oleh perubahan, Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak
memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.
Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkurmu.
Marilah kita ingat
kembali ketika Rasulullah Saw. berpesan tentang istri kita. "Wahai manusia,
sesungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian
mempunyai hak atas mereka. Ketahuilah,"kata Rasulullah Saw.
melanjutkan, 'kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan
kalian halalkan kehormatan mereka dengan kitab Allah.
Takutlah kepada
Allah dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan atas kalian untuk selalu
berbuat baik. "
Kita telah mengambil istri kita sebagai amanah dari Allah. Kelak kita harus
melaporkan kepadaAllah Taala bagairnana kita menunaikan amanah dari-Nya kah
kita mengabaikannya sehingga gurat-gurat an dengan cepat rnenggerogoti
wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, kita sempat tercatat
selalu berbuat baik untuk isti Saya tidak tahu. Sebagaimana saya juga tidak
tahu apakah sebagai suami Saya sudah cukup baik jangan-jangan tidak ada
sedikit pun kebaikan di mata istri. Saya hanya berharap istri saya
benar-banar memaafkan kekurangan saya sebagai suami. indahya, semoga ada
kerelaan untuk menerima apa adanya.
Hanya inilah ungkapan sederhana yang kutuliskan untuknya. Semoga Anda bisa
menerima ungkapan yang lebih agung untuk istri Anda.
By M. Fauzil Adzim
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar