Jumat, 27 Maret 2009
Ortu Dan Anak
Pada suatu petang seorang tua bersama anak
mudanya yang baru
menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-
bincang di halaman
sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.
Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting
pokok berhampiran.
Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil
bertanya, "Nak,
apakah benda itu?"
"Burung gagak", jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus
kemudian sekali lagi
mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak
menyangka ayahnya kurang
mendengar jawabannya tadi lalu menjawab
dengan sedikit kuat, "Itu
burung gagak, Ayah!"
Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi
pertanyaan yang sama.
Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung
dengan pertanyaan yang
sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih
kuat, "BURUNG GAGAK!!"
Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama
kemudian sekali lagi sang
ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga
membuat si anak hilang
kesabaran dan menjawab dengan nada yang
kesal kepada si ayah, "Itu
gagak, Ayah."
Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah
sekali lagi membuka
mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan
kali ini si anak benar-
benar hilang sabar dan menjadi marah. "Ayah!!!
Saya tak tahu Ayah
paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah
bertanya soal hal tersebut
dan saya sudah juga memberikan jawabannya.
Apa lagi yang Ayah mau
saya katakan???? Itu burung gagak, burung
gagak, Ayah.....", kata si
anak dengan nada yang begitu marah.
Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah
meninggalkan si anak yang
kebingungan. Sesaat kemudian si ayah keluar
lagi dengan sesuatu di
tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada
anaknya yang masih geram
dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah
diary
lama. "Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis
di dalam diary ini,"
pinta si Ayah.
Si anak setuju dan membaca paragraf yang
berikut.
"Hari ini aku di halaman melayan kare! na anakku
yang genap berumur
lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di
pohon berhampiran.
Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan
bertanya, "Ayah, apa itu?"
Dan aku menjawab, "Burung gagak."
Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya
soal yang serupa dan
setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang
sama. Sehingga 25 kali
anakku bertanya demikian, dan demi cinta dan
sayangnya aku terus
menjawab untuk memenuhi perasaan ingin
tahunya. Aku berharap hal ini
menjadi suatu pendidikan yang berharga."
Setelah selesai membaca paragraf tersebut si
anak mengangkat muka
memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu.
Si Ayah dengan perlahan
bersuara, " Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu
soal yang sama
sebanyak lima kali, dan kau telah hilang sabar
serta marah."
Jagalah hati dan perasaan kedua orang tuamu,
hormatilah mereka.
Sayangilah mereka sebagaimana mereka
menyayangimu di waktu kecil.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar