Rabu, 22 April 2009
Tak Bisa Kerjakan UN, Arumi Pun Pingsan
KOMPAS.com — Tak bisa mengerjakan soal-soal Bahasa Inggris yang harus dikerjakan, Arumi Rosvaningsih (18) pun pingsan, Selasa (21/4). Siswa kelas III IPA SMA Negeri 3 Purwokerto itu mengaku putus asa karena hampir sebagian besar soal ujian nasional yang dikerjakannya itu dijawabnya dengan menebak-nebak.
Arumi pingsan tepat setelah bel sekolah berbunyi sebagai tanda berakhirnya ujian. Siswa pun tak diperbolehkan lagi menggunakan alat tulisnya untuk mengisi jawaban.
Siswa sekelas yang menyaksikan Arumi pingsan langsung membawanya ke ruang kepala sekolah. Meskipun tak berapa lama kemudian ia siuman, Arumi mengaku bahwa seluruh tubuhnya menggigil. Wajahnya juga tampak pucat.
Arumi mengaku sudah sarapan di rumah sebelum berangkat mengikuti UN. Cuma, dia tak habis pikir kenapa soal Bahasa Inggris dalam UN kali ini begitu sulit. "Hanya sebagian kecil soal yang keluar dari soal-soal UN beberapa tahun lalu," katanya.
Selain soalnya yang susah, menurut salah seorang teman sekelasnya, siswa juga dibikin panik oleh guru pengawas yang berjalan-jalan di dalam kelas. "Sesuai aturannya kan tidak boleh guru pengawas itu mondar-mandir di kelas. Itu bikin siswa panik. Saya sendiri saja deg-degan," katanya.
Hampir semua siswa di sekolah itu mengaku hanya bisa mengerjakan separuh dari 50 soal Bahasa Inggris dengan cara menebak-nebak. "Listening-nya terutama, saya cuma bisa mengira-ngira jawaban karena saya kurang menguasai kosa kata bahasa Inggris," kata Badrun Mutamam (18) yang juga teman sekelas Arumi.
Kepala SMA Negeri 3 Purwokerto Sri Supriyanti mengakui, para siswa mengeluhkan sikap guru pengawas yang mondar-mandir di dalam kelas saat siswa mengerjakan soal. Hal itu, menurutnya, sudah diatur dalam tata tertib bahwa guru pengawas hanya diperbolehkan berjaga di depan kelas.
"Keluhan siswa ini akan kami sampaikan kepada guru pengawas untuk ujian esok," katanya.
Terkait soal UN Bahasa Inggris yang sulit, Supriyanti mengatakan, pihak sekolah sudah mengadakan try-out soal-soal UN sampai dua kali. Namun, memang sekolahnya belum diberikan laboratorium bahasa oleh pemerintah setempat sehingga para siswa hanya bisa belajar menyimak Bahasa Inggris dari tape-recorder di kelas masing-masing.
"Jadi gimana yah pemerintah itu. UN diberikan listening Bahasa Inggris, tetapi sarana untuk mempelajarinya saja tak diberikan," ucapnya mengeluh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar